Bagaimana Rasanya Jadi Seorang Pengangguran

Menjadi seorang pengangguran itu tidak enak, sangat membuat pikiran stres dan frustasi. Seorang pengangguran tidak akan di hargai orang lain, sering di cuekin, disepelekan, dianggap tidak berguna sama sekali oleh orang lain.
Apapun yang anda lakukan, kebaikan maupun kejujuran apa yang anda perbuat tidak akan ada artinya di mata orang lain jika anda seorang pengangguran, anda hanya di anggap sepele bahkan seperti sampah yang tidak ada artinya.
Ada sebuah kisah dari pengalaman orang yang pernah menganggur cukup lama. Awalnya orang tersebut memiliki sebuah pekerjaan yang baik, posisi lumayan sebagai staff di perusahaan besar dengan gaji lumayan diatas rata-rata.
Di merupakan tulang punggung keluarga yang membiayai kehidupan orang tuanya serta saudara-saudaranya. Ketika masih bekerja dia adalah anak kebanggaan, baik itu dari keluarga, saudara-saudara dekat, dan lingkungan tempat tinggalnya.
Kalau di ibaratkan seperti madu yang di kelilingi semut, namun suatu ketika ada badai yang menimpanya, disaat dunia terguncang, wabah virus covid 19 melanda dunia, sehingga membuat ribuan orang kehilangan pekerjaannya, ribuan orang harus kehilangan dari posisi nyamannya.
Begitu juga dengan orang tersebut, akhirnya dia juga harus kehilangan pekerjaannya yang sudah membuatnya nyaman dan hidup berkecukupan. Kemudian dia pulang ke kampung halaman untuk sementara waktu hingga tidak ada batasan untuk kembali lagi ke kota, sambil menunggu dan mencari peluang berikutnya.
Setahun hingga dua tahun telah berlalu namun masih juga belum menemukan lagi pekerjaan, semua yang dilakukan belum berhasil dan kegagalan demi kegagalan terus di alami dalam mencari pekerjaan. Hingga pada akhirnya semua uang di tabungan dan stoknya telah habis tanpa sisa.
Orang-orang di sekitarnya menganggap dia seperti orang yang tidak mau berusaha, bahkan orang tidak tahu akan usaha yang telah di lakukan untuk mencari pekerjaan, banyak perusahaan yang sudah di lamarnya secara online namun belum membuahkan hasil. Seolah tidak ada yang memperdulikan dia lagi, namun dia tidak patah semangat, dia masih terus berusaha untuk mencari kerja.
Begitu juga dengan orang terdekatnya tidak ada yang perduli, tidak ada support sama sekali, sehingga dia harus berusaha bangkit sendiri. Banyaknya cibiran dan ejekan yang didengar meskipun tidak secara langsung namun dia tetap bersabar dan kuat menghadapinya.
Ternyata menjadi pengangguran yang tinggal di kampung sendiri lebih menyakitkan dari pada menjadi pengangguran di kampung orang lain. Dia tidak hanya menghadapi masalah dia sendiri namun juga harus menghadapi masalah dari lingkungan di sekitarnya.
Perlu di pahami untuk mencari sebuah pekerjaan itu memerlukan biaya dan support dari keluarga untuk bisa bangkit kembali. Apalagi di saat seperti ini membutuhkan biaya yang lebih besar dari biaya di waktu keadaan normal. Perlu uang transportasi, biaya makan di perjalanan, biaya menginap sewaktu ada interview, namun hal itu belum tentu akan di terima bekerja di perusahaan yang menginterview tersebut.
Berkat kesabaran dan doa akhirnya ada panggilan kerja pada dirinya untuk melakukan interview di sebuah perusahaan, dengan adanya bantuan teman baik yang masih mau mensupport dirinya, sehingga dia bisa menghadiri jadwal interview tersebut. Dan pada akhirnya dia berhasil dan di terima bekerja, tinggal menunggu keberangkatan di perusahaan baru tersebut.
Pencarian yang sudah hampir tiga tahun lamanya kini berakhir dengan akhir yang manis. Semoga kesuksesan di perusahaan barunya, sehingga semuanya kini telah terjawab dengan dia tidak lagi menjadi seorang yang pengangguran.