Tahukah Anda 3 Dampak Negatif Jadi Kutu Loncat Pada Dunia Kerja

Fenomena yang sering di temui pada angkatan kerja masa kini, yakni Millennials dan Gen Z. Semakin jadi perbincangan, fenomena yaitu kebiasaan seseorang berpindah pekerjaan dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya dalam durasi waktu yang singkat.
Ini disebut juga dengan kutu loncat pada dunia kerja, fenomena job hopping terbilang sangat kontras dibandingkan generasi sebelumnya, di mana generasi boomer dan baby boomer cenderung lebih memilih mengabdi lama untuk sebuah perusahaan saja sepanjang karirnya.
Sebab perbedaan signifikan tersebut, sering kali hadir perdebatan: apakah kutu loncat bisa memengaruhi value kandidat di mata perekrut? Atau bahkan tidak ada signifikansinya sama sekali? apa dampak jadi kutu loncat di dunia kerja.
Kutu loncat atau loyal, apa efeknya untuk Karir?
Sebagian orang menganggap bahwa kutu loncat dapat berdampak buruk pada karir. Namun, ada juga yang melihat bahwa menjadi kutu loncat di dunia kerja sebagai strategi alternatif untuk membuka peluang karir yang lebih menjanjikan. Sebetulnya, baik kutu loncat maupun loyal mempunyai dampak positif dan negatif untuk karir jangka panjang.
Berikut ulasan dampak negatif dan positif menjadi kutu loncat di pekerjaan, yakni:
Dampak Negatif Jadi “Kutu Loncat” di Dunia Kerja
Sebenarnya, seiring berjalannya waktu, tren dunia kerja dan perekrutan pasti ikut berubah. Perubahan ini didorong karena adanya pergeseran kultur kerja antar generasi. Namun, perlu diingat bahwa masih banyak perusahaan yang menjunjung tinggi loyalitas pegawai ketika merekrut.
Berikut beberapa faktor yang dipertimbangkan perekrut saat menilai kandidat dengan riwayat kerja sebagai kutu loncat, yakni:
1. Terkesan tak punya tujuan yang jelas
Bila anda mempunyai riwayat kerja dengan profesi dan bidang karir yang berbeda-beda, besar kemungkinan perekrut akan mempertanyakan kapabilitas anda untuk pekerjaan yang anda lamar. Terlebih lagi, bila posisi yang dilamar ternyata kurang berkaitan dengan riwayat kerja anda sebelumnya.
Untuk berjaga-jaga, biasanya pihak perusahaan akan mempertanyakan alasan pindah kerja yang terjadi berulang. Wajar bagi pihak perusahaan beranggapan anda adalah seorang kandidat yang belum memiliki tujuan karir yang jelas, atau bahkan kurang serius untuk benar-benar memberi kontribusi signifikan pada perusahaan. Disamping itu, bisa saja perekrut beranggapan jika kutu loncat merupakan tipe orang yang sering resign disebabkan tidak betah dan kurang punya kemampuan dalam beradaptasi.
2. Menganggap loyalitas menunjukkan kapabilitas
Sebagian besar perusahaan menilai kapabilitas kandidat berdasarkan loyalitas di tempat kerja sebelumnya. Impresi ini berdasarkan anggapan bahwa kandidat yang bertahan lama di perusahaan sebelumnya akan lebih familiar dengan scope kerja, bidang industri terkait, juga skill set yang lebih terasah. Anggapan ini sebenarnya wajar saja, sebab biasanya proses adaptasi di tempat kerja membutuhkan waktu yang cukup lama.
Namun seiring berjalannya waktu, berada di perusahaan yang sama dalam jangka waktu lama akan membuat anda lebih memahami dinamika orang kantor secara keseluruhan. Tidak hanya pemahaman soal hubungan antara divisi dan orang di dalamnya, namun juga wawasan tentang cara kerja bisnis dan posisi perusahaan sebagai pemain pada bidang industrinya.
3. Pertimbangan efisiensi waktu serta biaya
Tak bisa dipungkiri bahwa waktu kerja yang singkat dapat membuat perekrut ragu. Sikap pekerja kutu loncat memberi kesan seorang kandidat tidak segan untuk resign sebab ketidak pedulian pada perusahaannya, sehingga dikhawatirkan akan berdampak pada efektivitas waktu serta biaya dalam proses rekrutmen.
Perekrut bisa menilai kutu loncat sebagai risiko yang cepat atau lambat dapat muncul. Ditambah lagi, karyawan yang resign dalam waktu singkat mengakibatkan kerugian dari segi produktivitas kerja tim sebab harus mencari penggantinya. Semoga bermanfaat.